Pada tahun 1971, ada sekitar 13 orang
yang mendapat tugas penting untuk
mengganti penutup ruang makam Nabi
Muhammad.
Dari ke-13 orang ini, salah satunya
bernama Syaikh Ahmad Sahirty berhasil
diwawancara wartawan Al Arabiya, Omar
Al – Midwahy. Beliau adalah kepala divisi
bordir di pabrik kain penutup Ka’bah dan
Makam Rasulullah di Makkah. Saat
diwawancarai, usia Syaikh Ahmad sudah
sangat sepuh, yakni 100 tahun.
Syaikh Ahmad menuturkan ia bekerja
mengganti penutup ruang makam,
berlangsung selama 14 malam, mulai
setelah Shalat Isha, sampai azan pertama
waktu Fajr.
Menurutnya, makam Nabi tidak seperti
penutup Ka’bah yang setiap tahun harus
diganti. Penutup ruangan Makam Nabi
sangatlah jarang diganti, itu karena
penutup makam itu terletak di dalam
ruangan tertutup dan tak pernah
tersentuh oleh siapapun, terakhir kali
diganti pada tahun 1971, tepatnya saat
Syaikh Ahmad ditugaskan mengganti
penutup tersebut. Biasanya penutup
makam Nabi diganti setiap 100 tahun
sekali.
Ketika ditanya untuk menjelaskan tentang
ruang makam Nabi, dia tampak bergetar
hebat, Dan dia berkata dengan suara
samar: “Bagaimana aku bisa
mengungkapkan perasaanku pada saat
aku memasuki ruang makam Nabi … aku
tidak mampu .. Karena itu sudah di luar
batas kemampuan aku berbicara, dan aku
tidak pernah berpikir bahwa suatu hari
aku akan ditanyakan tentang pengalaman
ini. Dan aku menjamin bahwa aku tidak
akan dapat melakukan atau melalui
pengalaman itu lagi”.
“Kami adalah orang pertama yang masuk,
bersama Sayyidil Habib As’ad Sheera,
salah satu tokoh al-Madina al-
Munawwarah, yang merupakan direktur
wakaf keagamaan Madina pada saat itu,
dan Habib Moghrabi dari manajemen
pabrik, dan Abd al-Karim Flomban, Nasir
Qari, Abd al-Rahim Bukhari dan lain-
lain. Kami berjumlah 13 orang, aku tidak
ingat sebagian besar dari mereka, karena
saat ini mereka telah meninggal dunia
kembali kepada rahmat Allah. Kami
didampingi kepala Suku Aghas
(pemegang dan penjaga makam nabi
turun temurun).”
Syaikh Ahmad bercerita ketika ia bersama
teman-temannya memasuki ruangan
makam, tercium bau harum yang
aromanya tidak pernah tercium
sebelumnya. Aroma keharumannya sangat
luar biasa, bahkan sampai bertahun-
tahun kemudian. Sejak itu Syaikh Ahmad
belum pernah lagi mencium keharuman
seperti itu.
“Lihatlah lensa kacamata ini (dan ia
menunjuk ketebalan kacamatanya) dan
lihatlah berapa banyak rambut putih, itu
semua menunjukkan berapa berat tahun
kehidupan yang kubawa. Usiaku, meski
tidak menghitung, tapi aku pernah
mendengar mereka mengatakan bahwa
aku lahir pada tahun 1333 H (1917 M).
Dan seumur hidupku, aku tidak memiliki
kegemaran selain kecintaaan pada aroma
indah / parfum. Aku telah menghabiskan
jangka waktu yang panjang di tahun-
tahun yang tertinggal, berusaha untuk
memuaskan nafsu mencium segala
keharuman yang ada. Aku belajar banyak,
dan aku dapat memberitahu Anda dengan
keyakinan: bahwa aku memiliki keahlian
khusus bagaimana mencampur minyak
wangi dan menghasilkan wewangian
terbaik. Dan bahwa hampir tidak ada
orang lain yang bisa membuat wewangian
seperti racikanku. Dan aku katakan ini
karena aku menemukan ketidakmampuan
untuk menjelaskan, apa yang terjadi pada
malam yang diberkati itu, ketika pintu
dibuka untuk kami, dan kami memasuki
ruang pemakaman baginda Nabi, aku
menghirup keharuman dan aroma yang
tidak pernah kuketahui atau mencium
sebelumnya maupun sesudahnya, dan
tidak pernah dikenal seumur hidupku.
Aku tidak pernah tahu rahasia
komposisinya: itu adalah keharuman di
atas keharuman, aroma di atas aroma –
sesuatu yang lain dari pada yang lain,
bahkan akan membuat takjub seorang ahli
sekalipun, atau pedagang parfum
manapun juga tidak akan pernah
mencium seperti itu sebelum atau
sesudahnya,” ungkapnya.
Syaikh Ahmad melanjutkan, ketika malam
itu pintu makam dibuka, perasaan takjub
begitu lengkap mengambil alih semua
perhatiannya. “Ini adalah tempat
teragung dimuka bumi, aku tidak tahu
persis berapa luasnya, tetapi menurut
taksiran kami, Ruang makam itu sekitar 48
meter persegi. Dengan ketinggian kurang
lebih 11 meter. Di bawah kubah hijau ada
kubah kecil lainnya dan tertulis di situ:
Makam Nabi, Makam Abu Bakar al-Siddiq,
dan Makam Umar ibn al-Khattab.
Syaikh Ahmad juga melihat ada makam
lain yang kosong, dan di samping empat
makam adalah ruang dari Sayyidah
Fatimah al-Zahra Alaihasalaam, yang
merupakan rumah di mana dia dan
keluarganya tinggal.
Tentang ke-3 makam ini, sesuai dengan
kesaksian yang disampaikan oleh tiga
ulama senior tabiin, Abu Ja’far, Salim
murid Ibn Umar, dan al-Qosim bin
Muhammad cucu Abu Bakr as-Shidiq.
Mereka mengatakan, makam Nabi SAW,
Abu Bakr, dan Umar berupa gundukan
menyerong kiblat, diberi batu nisan, dan
dimakamkan dalam liang lahat. (HR. Ibn
Abi Syaibah dalam al-Mushanaf 11634).
Syaikh Ahmad menceritakan tidak henti-
hentinya ia menunjukkan kekaguman di
tempat tersebut. “Kekaguman terhadap
tempat itu sangatlah istimewa, Aku begitu
terpesona melihat lampu lampu antik
yang menggantung dari langit-langit
ruang, peninggalan dari zaman kuno,
kami diberitahu bahwa ada beberapa
peninggalan Nabi yang disimpan di
tempat lain – aku tidak tahu di mana –
tapi aku tahu bahwa beberapa benda
bersejarah ada yang disimpan di ruang
Sayyidah Fatimah al-Zahra -yaitu di
tempat yang sama ini,” kenangnya.
Ruang ini, menurutnya, sebagian besar
tertutup kain tenunan yang terbuat dari
sutra murni, berwarna hijau lembut
dengan kain katun yang kuat, dan
dimahkotai oleh sabuk yang mirip dengan
penutup Ka’bah, tetapi di sini berwarna
merah. Seperempat bagian dari kain
dibordir dengan tulisan ayat Al Qur’an
yang mulia dari surat al-Fath, terbuat
dari garis kapas dan benang emas dan
perak.
“Dari saking kagumnya kami sampai tidak
tahu bagaimana untuk menghapus atau
membersihkan potongan potongan khusus
yang dibuat untuk menempelkan kain
pada kubah – jari-jari kami goyang
bergetar dan napas kami menderu
berlomba. Kami tinggal selama 14 malam
penuh bekerja dari setelah sholat Isha
sampai azan pertama waktu Fajr untuk
menyelesaikan tugas ini. Kami
menggunakan bahasa sinyal dan kalau
terpaksa berbicara akan kami lakukan
dengan berbisik bisik. Kami terus
menghapus potongan-potongan lama,
melepas simpul dari penutup lama, dan
membersihkan semua debu dan bulu
merpati yang terjebak di tempat yang suci
ini. Itu terjadi pada tahun 1971, dan
penutup lama yang kami ganti telah
berusia 75 tahun sesuai dengan tanggal
yang tertulis di atasnya,” urainya.
Syaikh Ahmad mengatakan, pada saat itu
matanya sudah lemah dan kacamata ini
tidak pernah meninggalkan matanya sejak
bertahun tahun sebelumnya. Tapi di
ruang itu ia berubah menjadi orang lain.
“Sungguh aku merasakan hal itu, dan
perbedaan itu sangat jelas bagiku,”
katanya.
Syekh Sahirty bersumpah, ketika
mengatakan, “Di situ aku sanggup untuk
menempatkan benang ke lubang jarum
tanpa kacamataku, meskipun cahaya
sangat redup di tempat di mana kami
bekerja. Bagaimana Anda bisa secara
ilmiah menjelaskan hal ini? Dan
bagaimana Anda bisa menjelaskan fakta
bahwa aku tidak merasa alergi (aku
adalah penderita alergi akut), aku akan
batuk parah jika sedikit terkena debu.
Tapi pada waktu itu, aku sama sekali
tidak terpengaruh oleh debu ruangan,
atau pasir yang terbang ke udara. Seakan
pasir tidak lagi pasir, dan seolah-olah
debu menjadi obat untuk penyakit ku, aku
merasa bersemangat dan muda seperti
ketika usiaku belasan tahun (padahal
waktu itu usiaku sudah lebih dari
setengah abad),” ceritanya.
Ada keanehan lainnya, selama berada di
makam Rasul, Syaikh Ahmad sanggup
mengangkat kain bordir (penutup lama)
sendirian. Padahal ketika telah berada di
luar ruangan, kain bordir ini, tidak bisa
terangkat, sekalipun oleh 5 orang
pemuda.
“Satu lagi hal yang aneh terjadi padaku
yang rahasia nya, belum aku mengerti
hingga saat ini. Kami harus mengambil
kain bordir / penutup lama, sepanjang 36
meter, masih tersisa. Aku mengatakan
kepada mereka untuk melipat dan
membungkusnya dan meninggalkannya di
situ. Aku pergi ke sana, dan meskipun
tubuh ini sudah tua dan lemah, tapi aku
sanggup memanggulnya di atas bahu ini.
Aku pergi keluar dari ruang mulia itu
tanpa sedikitpun merasa berat. Tapi
setelah di luar, mereka datang dengan
lima orang muda untuk membawanya
dari tempat aku meletakkannya dan
mereka tidak bisa (membawanya).”
Syaikh Ahmad mulai menangis pelan
pelan dan sambil mendesah, “Mereka
bertanya siapa yang membawa karung
bungkusan itu keluar? Yang bagi mereka
sangat berat dan 5 orang muda dan kuat
tak sanggup mengangkatnya, saat kujawab
aku yang mengangkatnya, mereka tertawa
dengan penuh rasa tidak percaya hingga
datang syaikh Abd al-Rahim Bukhari,
penulis kaligrafi yang terkenal itu dan
bersaksi bahwa benar dia telah melihat
aku Syaikh Ahmad Sahirty yang
mengangkatnya sendirian!!” tutupnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar